Greeting


Kamis, 27 September 2012

Gaya Musholla Al-Husna Rayakan Nuzulul Qur'an



Masih terngiang merdunya tim Hadroh Al-Falah melagukan rangkaian salawat yang diikuti bocah-bocah secara koor hingga menerbitkan geli bercampur kagum.  Masih terekam suara qori-qoriah cilik melantunkan ayat-ayat suci hingga membuncah bangga. Mata berkaca-kaca, jiwa pun gerimis.  Meski keduanya sudah berakhir, atmosfir perayaan Nuzulul Qur’an dan Haflah Tilawatil Qur’an di Musholla Al Husna, Jalan Panjang, Kampung Baru, Jakarta Barat, Selasa malam (16/8/2011), hingga kini membekas.

Ba’da Shalat Tarawih, satu persatu jamaah pria memenuhi lantai satu Musholla Al Husna. Di lantai basement khusus jamaah perempuan pun serupa suasananya. Hingga akhirnya musholla berkapasitas 250 jamaah ini penuh, bahkan ada beberapa jamaah pria yang duduk-duduk di depan masjid karena tak kebagian tempat.

Seperti siarmasjid, tujuan mereka satu, merayakan malam Nuzulul Qur’an di musholla yang kini tampil cantik sekaligus megah setelah direnovasi total per Januari 2010 lalu.  Kali inisiarmasjid datang ke musholla berarsitektur ketimurtengahan ini sekaligus untuk memenuhi undangan H Syarif Usman selaku Ketua Pengurus Musholla Al Husna yang disampaikannya lewat pesan singkat.

Dekorasi di lantai satu nampak berbeda. Ada panggung kecil di depan ruang khusus imam. Pangung pendek itu dilapisi karpet dan di depannya ada beberapa pot aneka tanaman hias plastik. Di atas dinding  ruang iman ada backdrop berwarna hijau yang bertuliskan “Peringatan Malam Nuzulul  Qur’an dan Haflah Tilawatil Qur’an: Kita Jadikan NuzululQur’an sebagai Momentum Menambah Kecintaan terhadap Al-Qur’an sehingga Melahirkan Generasi Qur’an”. Hmmm…sebuah tema yang apik dan bermakna besar sekaligus berat.

Ketika Tim Hadroh yang dipimpin Ahmad Bayadho tampil, suasana berat itu seketika cair. Tim kesenian Islami yang digawangi 7 pemuda, terdiri atas 5 penabuh rebana dan 2 vokalis ini bukan hanya mampu mencairkan suasana, pun berhasil menghidupkan sekaligus menghangatkannya.

Lantunan shalawat yang didendangkan dengan iringan tepukan rabana bermacam ukuran ini, menghadirkan simfoni Islami yang indah dan menggugah. Yang menarik, sejumlah bocah laki-laki fasih mengikut lantunan yang mereka bawakan. Kepolosan bocah dengan segala tingkah lakunya, tak urung menjadi pusat perhatian orang tua, termasuk siarmasjid.

Keputusan panitia acara memperbolehkan para bocah mengikuti acara ini dan duduk bersama dengan jamaah dewasa di lantai satu adalah keputusan yang tepat. Ini sangat sesuai dengan tema acara  ini yang ingin melahirkan generasi Qur’ani lewat acara ini.

Apa jadinya kalau acara yang malam itu dihadiri sejumlah ulama seperti Ustad Balya Isa, Ustad Ahmad Fauzi, Ustad Haitami, dan lainnya, tak ada bocah-bocah tersebut? Hmmm.. pasti terasa janggal. Terasa ada yang kurang. Kehadiran mereka dengan segala sifat kebocahannya, riuh dan apa adanya itu justru memberi warna tersendiri. Toh, kalau mereka diatur dan diberi tahu dengan baik, pasti akan tertib juga.

Sesuai judul acara Hafalah Tilatil Qur’an, acara ini pun diramaikan beberapa qori dewasa dan anak-anak. Ahmad Bayadho dan Ahmad Faisal mewakili qori dewasa yang tampil malam itu.

Sebelumnya tampil qori dan qoriah cilik antara lain Waffa Fauziah, Mawaddah Rahmi, dan Ilham yang mendapat sambutan hangat dan tentu saja rasa bangga dengan prestasi yang telah diraih masing-masing. Qoriah Waffa Fauzia yang masih duduk di kelas 4 SDI Al Falah misalnya, sudah 3 kali juara MTQ tingkat SD se-DKI.

Kehadiran qori-qoriah cilik dalam acara ini yang ditonton oleh para bocah dan juga orang tua tentunya bermanfaat baik bagi buat qori-qoriah cilik yang tampil maupun buat para bocah dan orang tua.     

Buat para qori dan qoriah  cilik, ini menjadi wadah uji coba atau latihan untuk mengasah teknik, penampilan, dan suara agar lebih berkualitas sehingga menjadi qori-qoriah nasional bahkan internasional kelak dikemudian hari.

Sementara buat para bocah dapat memahami arti penting perayaan Nuzulul Qur’an, dengan harapan mereka mau belajar Al-Qur’an lebih tekun lagi,  lalu mengajak teman-teman sebayanya melakukan hal serupa. Dan  buat orangtua,  memberi inspirasi positif  untuk mengarahkan putra-putrinya terus belajar mengaji hingga berprestasi seperti para qori dan qoriah cilik tersebut. 

Seperti yang ditegaskan KH Kahmasy Siddiq selaku guru tetap di Musholla Al Husna dalam ceramahnya malam itu. Dia mengatakan acara perayaan Nuzulul Qur’an dan Haflah Tilawatil Qur’an  ini hendaknya menjadi monivator bagi jamaah Al Husna untul lebih bersemangat lagi mempelajari Al-Qur’an dengan baik dan benar serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. “Mudah-mudahan dengan adanya acara ini tidak ada jamaah di musholla ini yang tidak mampu membaca Al-Qur’an,” jelasnya.

Kendati ada beberapa gangguan teknis sedikit seperti listrik turun dan sound system yang kurang perfect. Namun secara keseluruhan, acara malam itu berlangsung sukses dan membanggakan. Maklum seperti penjelasan H Syarif Usman, pembangunan musholla ini belum seutuhnya selesai. “Baru 90 %, tinggal 10 % lagi. Karena itu masih perlu bantuan dana dari masyarakat untuk merampungkan pembangunannya,” terangnya.

Libatkan Anak Muda
Berdasarkan pengamatan siarmasjid,  keberhasilan acara ini,  tak lepas dari peran H. Syarif Usman yang memberi keleluasan panitia yang terdiri atas sejumlah anak muda untuk terlibat penuh dalam acara ini sesuai dengan skill-nya. Ada yang menjadi  penerima tamu, bagian dekorasi, dokumentasi dan lainnya. Acara ini, kata H Syarif Usman  menjadi pijakan pertama atau sebagai percobaan. “Semoga ke depan kemasannya lebih semarak dan meriah lagi,” harapnya.

Memang sudah sepatutnya pengurus musholla maupun masjid memberi kesempatan kepada anak muda untuk terjun dalam kegiatan yang ada di musholla ataupun masjid.

Biasanya daya kreativitas anak muda lebih ‘berani’ dan kekinian. Mereka punya ide-ide segar untuk membuat acara keislamam seperti perayaan Nuzulul Qur’an dan lainnya yang semula terkesan kuno, cuma buat orangtua, itu-itu saja, dan terkesan berjarak dengan anak-anak maupun remaja, menjadi acara yang jauh lebih menarik dan tidak membosankan sehingga disukai anak-anak maupun remaja.

Dan ini sudah dibuktikan oleh beberapa remaja masjid ternama seperti Remaja Islam Masjid Sunda Kelapa (RISKA) dan Remaja Islam Masjid Cut Mutia (RICMA) sehingga takmir di kedua masjid yang di kawasan Menteng, Jakarta Pusat itu begitu hidup dan namanya kian tersohor.

Nah, kini giliran pengurus Musholla Al Husna yang membuktikan itu dengan berhasil membuat perayaan malam Nuzulul Qur’an dan Haflah Tilawatil Qur’an dengan cukup menarik dan mengesankan. Sekalipun masih ada kekurangan, karena seperti H. Syarif Usman bilang, ini masih dalam tahap percobaan.

Disebarkan oleh : Muhammad Sobari ( sobari2854@ymail.com )
Diterbitkan oleh : Siarmasjid.blogspot.com

Ustads Bayadho, Imam Muda Pencari Bibit Qori Andal



Gaya imam dalam memimpin shalat, ternyata berpengaruh terhadap suasana hati dan minat jamaah untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid ataupun musholla. Imam yang mampu berkreasi dengan keahliannya, misalnya melantunkan bacaan shalat wajib dengan megah dan atau menyelipkan senandung shalawat dan zikir ketika jeda Shalat Tarawih, tak bisa dipungkiri buat jamaah senang dan betah. Dan ini  berhasil ditunjukkan Ahmad Bayadho.

Banyak orang yang memiliki keahlihan namun tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari atau tidak dikreasikan untuk hal lain. Skill yang dimilikinya hanya untuk dinikmatinya sendiri. Keahlihannya terasa hambar, kurang bermanfaat buat banyak orang. Alhasil prestasi dan namanya yang pernah cemerlang pun meredup.

Beda dengan sosok lelaki asli Betawi kelahiran Jakarta, 20 Mei 1978 ini. Dia termasuk orang yang pandai memanfaatkan kecakapannya yakni di bidang Qur’an untuk hal-hal positif lain, misalnya menjadi imam, guru mengaji untuk mencari bibit-bibit qori andal, dan membentuk kesenian Hadrah.

Setiapkali memimpin shalat di masjid maupun musholla misalnya, bacaan shalatnya dia senandungkan dengan cara mengaji gaya qori. Maklum saja, ayah dua anak  ini memang cakap membaca Qur’an, terbukti pernah mengikuti MTQ tingkat nasional di Jambi tahun 1997 dan beberapa kali menjadi semifinalis MTQ di TVRI.

Bukan cuma itu, setiap lepas 4 rakaat shalat tarawih, jeda waktu yang ada dia isi dengan  senandung shalat dan zikir yang menggugah. Jamaah pun ikut bershalawat dan berzikir mengikuti suaranya yang indah dan megah itu.

Gaya ini katanya terinpirasi dari kata tarawih yang bersifat santai, tidak terburu-buru, atau tidak tergesa-gesa. Shalawat dan zikir yang disenandungkannya bertujuan untuk mengambil perhatian jamaah agar mengingat Rosul. Tujuan lainya, katanya agar jamaah tidak mengantuk dan tidak membosankan.

Berkat gaya khasnya dalam memimpin shalat wajib maupun tarawih itulah, nama alumnus Al-Falah yang kini juga berstatus PNS Kementerian Agama RI ini cepat terangkat dan menjadi perhatian masyarakat setempat.

Namanya cepat melesat dibanding imam muda lain yang terjun sebagai imam lapis kedua di sejumlah masjid dan musholla sekitar Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat antara lain Masjid Jami Al Falah, Al Makmur, Jami Assyiroth, dan Masjid Attohiri  serta Musholla Al Husna.

Gayanya itu mendapat respon positif  dari jamaah masjid dan musholla tersebut. Setiap kali memimpin shalat tarawih, dia diminta pengurusnya untuk melantunkan shalawat.

Apa yang dilakukan Bayadho ini patut dicontoh imam muda lain. Dia berani keluar dari pakem yang ada, mengkreasikan sesuatu seusai keahliannya menjadi lebih indah hingga jamaah tertarik bahkan rajin sholat berjamaah di masjid ataupun musholla. 

Gayanya melantunkan bacaan shalat dan juga menyelipkan shalawat dan zikir itu berhasil membangunkan semangat masyarakat untuk selalu meramaikan malam Ramadhan dengan senandung  shalawat dan zikir yang khidmat.

Pesantren Penghafal Qur'an
Kreativitas Bayadho tak berhenti sampai disini. Guru mengaji yang punya sekitar 120 anak didik ini berupaya keras mencari bibit-bibit qori yang andal sesulit apapun.

Selepas mengikuti MTQ tingkat nasional, belum ada qori baru yang muncul menggantikannya dari Kampung Baru khususnya. Penyebab utamanya, sulit mencari bibit-bibit baru ditambah faktor lingkungan dan teknologi terutama internet yang menjadi tantangan berat selain faktor dukungan kelurga dan kemauan yang kuat dari anak tersebut.

Menurutnya banyak anak berbakat mengaji sejak usia dini kemudian putus asa setelah suaranya berubah saat memasuki usia akil baliqh. Padahal itu bisa diatasi dengan terus tekun belajar mengaji. Tentunya belajar dengan guru mengaji yang berkompeten dibidangnya sehingga selain mengerti cara membaca Qur’an yang baik juga tahu lagu, tipe-tipe suara, dan tajwid serta lafaznya.

Untuk mewujudkan keinginannya itu, pria berbadan gempal dengan sedikit brewok sehingga nampak lebih tua dibanding usianya yang sebenarnya ini, juga berencana membuat pesantren qiraat Quran atau pesantren penghafal Qu’ran di wilayah Kampung Baru, Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini.

Rencananya pesantrennya itu tidak berdiri sendiri melainkan berkolaborasi dengan Ponpes Al-Falah yang kini masih dalam tahap perampungan. Dia berharap pesantrennya itu kelak dapat mencetak anak-anak Al-Falah yang bukan hanya cakap membaca kitab-kitab kuning tapi juga pintar membaca dan menghafal Qur’an. Karena kedua ilmu itu menurutnya benar-benar mumpuni.

Keinginannya itu merupakan titipan gurunya yakni Kyai Abdul Hadi yang mengharuskan para alumni Al Falah meramaikan Ponpes Al Falah dengan kemampuan yang dimilikinya.

Kebetulan Bayadho berkeahlihan di bidang Qur’an. Dia pun berjanji akan mengerahkan segala kemampuannya untuk pembinaan Qur’an di Ponpes Al-Falah tersebut, Insya Allah.

Ya sebuah cita mulia yang kian jarang dimiliki anak muda diera serba digital dan jejaring sosial ini. Kondisi ini memang sungguh menghawatirkan. Dan Bayadho adalah jawaban dari kekhawatiran itu, yang patut didukung lapisan masyarakat demi terciptanya generasi Qur’ani.

Disebarkan oleh : Muhammad Sobari (sobari2854@ymail.com)
Diterbitkan oleh : Siarmasjid.blogspot.com

Senin, 24 September 2012

Al-Husna,musholla senilai 2 milyar rupiah




Melihat besar dan indah bangunannya, banyak orang mengira bangunan ini masjid. Saya pun semula mengira demikian. Terlebih belum ada plang namanya. Yang benar, bangunan berwarna kecoklatan ini adalah mushalla.  Al Husna begitu nama mushalla cantik ini, hasil renovasi total senilai 2 milyar rupiah.

Sebelum menjadi mushalla secantik ini, Al Husna hanyalah langgar kecil amat sederhana. Kapasitasnya hanya sekitar 80 jamaah. Bahkan bangunan lamanya itu hanya laku dijual Rp 2 juta. Namun pascarenovasi total sejak Januari 2010, mushalla yang terletak di Jalan Panjang, Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini bertransformasi menjadi mushalla gagah dan megah yang mampu menampung sekitar 250 jamaah.

“Biaya renovasi totalnya memang sebesar dua milyar rupiah, terdiri atas Rp 1,6 milyar berupa uang dan Rp400juta berupa bahan material. Semua dari swadaya masyarakat, hamba Allah, dan musyafir,” jelas H. Syarif Usman selaku Ketua Pengurus Mushalla Al Husna yang juga pendiri Yayasan Al Husna.

Kendati sudah berubah wujud, nama musholla ini tetap Al Husna. ”Yang memberi nama mushalla ini adalah ulama di sini, artinya kebaikan atau yang terbaik,” jelasnya.


Bangunan Mushalla Al Husna terdiri atas tiga lantai. Lantai pertama semula diperuntukkan untuk parkir kemudian menjadi tempat shalat. Pada saat Ramadhan, basement ini digunakan untuk kaum ibu shalat taraweh. Lantai kedua dan ketiga untuk jamaah pria. Ruang wudhunya ada di lantai dasar di sebelah kanan. Pilar-pilar masjidnya dilapisi marmer hingga memebri kesan mewah.

Dari atapnya, terpampang pemandangan seantero kawasan kecamatan Kebon Jeruk, Kebayoran Lama dan sekitarnya, termasuk beberapa masjid besar yang berada di sekitar mushalla ini.

Arsitektur mushalla ini paling menonjol di antara bangunan dan rumah di sepanjang di kiri-kanannya. Bentuknya persegi empat menjulang. Di atapnya ada dua kubah kecil berwana hijau dan satu kubah berukuran lebih besar dengan warna senada.

Sepintas gaya arsiterkutnya seperti masjid-masjid di Timur Tengah. Arsitekturnya, Aceng Sumantri mengatakan konsep arsitktur mushalla ini dibuat bersama beberapa rekan. “Memang terinspirasi dari masjid-masjid di kawasan Timur Ttengah, termasuk di Turki dan Maroko,” terangnya.

Mushalla Al Husna tak memiliki halaman atau taman. Pengunjung yang datang dengan kendaraan terpaksa harus memarkir kendaraannya di tepi jalan, kecuali sepeda motor itu pun hanya muat beberapa sepeda motor. Untuk menghijaukan mushalla yang tak bertaman ini, ada 6 pot besar berwarna coklat senada warna bangunan dengan tanaman Pucuk Merah, dan beberapa tanaman hias di tepi kiri-kanannya.

Setelah fisiknya berubah, diharapkan kegiatan di mushalla yang terbuka 24 jam untuk shalat, kecuali shalat Jum’at ini semakin makmur. “Harapannya masyarakat dapat mengisi mushalla ini dengan shalat jamaah, pengajian, dan kegiatan keagamaan serta kegiatan sosial lainnya hingga benar-benar makmur,” imbau H Syarif Usman.

Sebenarnya renovasi mushalla ini belum sepenuhnya rampung. Masih ada beberapa bagian lagi yang harus diselesaikan seperti  pendingin ruangan (AC), kaligrafi,  plafon untuk bagian basement atau lantai dasar, plang nama mushalla serta membeli lahan di sebelahnya untuk parkir kendaraan jamaah. “Kira-kira masih butuh dana sekitar Rp 200 juta lagi,” ungkap H. Syarif Usman.

Rencana kedepan, lewat yayasan Al Husna mushalla ini akan dilengapi dengan perpustakaan dan pendidikan gratis untuk usia dini serta memiliki mobil ambulans dengan keranda mayat atau kurung batang untuk mengakut jenazah warga sekitar.


Tetap Mushalla
Kendati fisiknya sudah mengalami perubahan yang sangat besar, namun bangunan ini tetap berstatus mushalla. Padahal banyak orang menilai mushalla ini sudah pantas naik status menjadi masjid.  

Menurut H Syarif Usman untuk menjadi masjid harus mendapat rujukan dari para ulama. “Masjid-masjid besar di sekitar sini cukup banyak. Salah satu syarat mendirikan masjid, kalau masjid yang ada sudah tak sanggup lagi menampung jamaahnya untuk Jum’atan dan lainnya,” terangnya.

Apapun statusnya, yang jelas Mushalla Al Husna boleh dibilang salah satu surau termegah di Jakarta. Akankah statusnya nanti juga berubah, waktu pula yang menentukan. “Yang terpenting kalau mushallanya sudah bagus,takmir-nya juga harus bagus,” harap H Syarif Usman.


Tak sulit menjangkau mushalla cantik ini. Jamaah yang tidak membawa kendaraan pribadi, dapat menggunakan kendaraan umum Mikrolet 09A jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama yang melewati Jalan Panjang, Kampung Baru. Bangunannya sangat mudah terlihat karena berada di tepi jalan, tak jauh dari mini market Alfa Mart.

NP:M.Sobari&M.Faisal(sobari2854@ymail.com)(muhammad.faisal96@yahoo.com)